JAKARTA, KOMPAS.com- Direktur Institut Ekonomi
Politik Soekarno-Hatta (IEPSH) Jakarta, M Hatta Taliwang membenarkan,
saat ini banyak sebagian orang Indonesia skeptis terhadap
penyelenggaraan pemilihan umum (Pemilu) pada tahun depan. Khususnya,
yang dilaksanakan pada masa pemerintahan sekarang ini.
"Saya punya
bukti, setidaknya tiga hal. Pertama, sudah terbukti bahwa tiga kali
pemilu di era reformasi mayoritas rakyat makin sulit hidupnya. Hanya
segelintir elit yang pesta pora korupsi dan jual negara. Derajat bangsa
dalam pergaulan di Asia saja dilecehkan," kata M Hatta Taliwan, Senin
(22/4/2013) malam.
Faktor kedua, tambah Hatta, sudah terbukti
bahwa Pemilu yang diselenggarakan pada tahun 2009 diduga penuh
kecurangan dan rekayasa luar biasa di Komisi Pemilihan Umum (KPU). Ini
ada permainan jumlah Daftar Pemilih Tetap dan penghitungan teknologi dan
informasinya.
"Perampokan Bank Century diduga untuk dana Pemilu,
operasi intelijen, permainan citra via media dan lembaga survei, faktor
asing (IFES) yang terlibat dalam teknis pemilu, dan Bank Dunia
mengucurkan dana dana sosial menjelang pemilu, dan lain-lain yang tidak
mencerminkan sebuah pesta demokrasi yang fair. Karena sejak awal
didesain memenangkan partai penguasa, yaitu Presiden SBY," tambahnya.
Menurut
Hatta, sudah terbukti bahwa partai-partai dikuasai pemilik modal dan
membangun oligarki jahat setelah pemilu yang menyebabkan mandegnya
penegakan hukum dan lumpuhnya proses pengambilan keputusan politik, baik
oleh yang pro rakyat maupun pro kebenaran.
"Yang terjadi, hampir
di semua kader partai nyaris terlibat korupsi. APBN/APBD yang mestinya
dibuat untuk kesejahteraan rakyat justru dijadikan bancakan berjamaah
oleh eksekutif dan legislatif. Dengan latar belakang kondisi seperti
itu, kita dihadapkan pada ritual pemilu yang menurut hemat kami akan
menjadi kerja sia sia. Bahkan, akan bisa menimbulkan anarkisme yang luas
dan mengancam persatuan dan kesatuan RI.
Bukankah lewat pemilu ini akan
mendaur ulang para koruptor dan penjual negara?" tanyanya lagi.
Lebih
jauh Hatta mengatakan tidak menolak pemilu sebagai proses dalam sebuah
negara demokrasi. "Kami hanya kurang percaya terhadap penyelenggaraan
pemilu yang melibatkan rezim ini. Apalagi sejak proses verifikasi partai
sudah terungkap kecuranggan KPU. Penyelenggaraan ujian nasional (UN)
saja amburadul, apalagi pemilu yang sangat keras muatan politiknya,"
paparanya lagi.