WIN-HT Dinilai Sebagai Pemimpin Pluralis - Koran Sindo

JAKARTA– Tokoh nasional Wiranto dan Hary Tanoesoedibjo (WINHT) yang kini menjadi pasangan calon presiden-calon wakil presiden (capres-cawapres) dari Partai Hanura dinilai sebagai pemimpin yang pluralis. Keduanya sebagai cermin kebinekaan Indonesia.

Penilaian tersebut berdasarkan hasil survei kualitatif yang dirilis Lembaga Pemilih Indonesia (LPI). Survei itu mengacu pada pandangan para aktivis nasional di Tanah Air. ”Mereka punya program kampanye dengan menetapkan keindonesiaan tanpa membeda- bedakan ras, suku, agama, dan golongan,” kata Direktur LPI Boni Hargens saat menyampaikan hasil penelitiannya tentang ”Siapa figur pemimpin paling pluralis?” di Galery Cafe TIM, Jakarta, kemarin.

Lebih lanjut, Boni mengatakan dalam survei ini, tokohnya dibagi menjadi dua bagian, yakni figur elite politik lama dan elite politik baru. Sebagai elite politik lama, Wiranto mendapatkan skor 4,74 mengalahkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang hanya mendapatkan skor 3,49. Sementara itu, HT sebagai figur elite baru menduduki posisi kedua dengan skor 5,07 mengalahkan Menteri BUMN Dahlan Iskan dan Menteri Perdagangan Gita Wirjawan. ”Figur elite lama berarti telah lebih dari 10 tahun berkecimpung dalam dunia politik, elite baru berarti kurang dari 10 tahun,” imbuhnya.

Menurut dia, Wiranto yang berasal dari suku Jawa dapat membaur dengan pasangannya, HT, yang berasal dari kaum minoritas. Begitu juga sebaliknya HT bisa berbaur dengan Wiranto. Perbedaan agama dalam pasangan ini pun tidak menjadi kendala. HT yang berasal dari kelompok minoritas membuat dirinya promayoritas. ”Dia kan minoritas promayoritas. Sikap dia sebagai yang punya media jadi kelihatan berpihak kepada semua kelompok dan golongan,” jelasnya.

Boni menambahkan bahwa survei yang dilakukan ini menggunakan pendekatan kualitatif, fokus pada opinion leader survey atau informan LPI yang menjadi penentu opini publik. Mereka terdiri atas para pakar politik, pimpinan media, wartawan, aktivis, dan tokoh masyarakat. Penentuan hasil scoring diambil lewat focus group discussion (FGD) yang terdiri atas 60 informan LPI tersebut. Penilaian dilakukan lewat pandangan kualitatif yang luas dan mendalam. Kemudian disederhanakan dengan pengukuran kuantitatif melalui metode scoring berskala 0–10, 0 adalah terendah dan 10 tertinggi. Dalam persentase, skala ini bisa diparalelkan dengan 0%–100%.

Sementara itu, pengamat politik Universitas Indonesia (UI) Arbi Sanit menilai bahwa HT mendapatkan skor yang cukup tinggi dalam survei ini karena sikapnya kepada masyarakat selama ini. Sebagai warga keturunan minoritas yang berkiprah dalam bisnis media, HT terlihat tidak mengutamakan sukunya sehingga dinilai cukup pluralis. ”HT mau membuka diri lalu bekerja sama dengan Hanura. Nah, ada di situ bayangan pluralisme,” kata Arbi pada acara yang sama. Dia menilai HT juga cukup moderat sebagai pemimpin.

Sebagai pengusaha dan pemilik modal besar, dia bersedia dipimpin Wiranto yang tidak memiliki modal besar dan juga berasal dari suku Jawa. Hal ini cukup mencerminkan bahwa HT seorang yang moderat. ”Dia kan punya uang banyak dan dia bisa tidak mementingkan sukunya,” papar pria kelahiran Sumatera Barat ini. Bahkan, lanjutnya, sebagai elite baru, skor HT bisa mengungguli elite lama s e p e r t i Mahfud MD yang mendapatkan skor 5,00 dan SBY. Demikian juga Wiranto yang merupakan tokoh lama, skornya dapat mengungguli capres dari Partai Golkar Aburizal Bakrie (ARB) dengan skor 3,55 dan capres Partai Amanat Nasional (PAN) Hatta Rajasa dengan skor 3,40.

”Karena memang Mahfud berasal dari Madura, sikap dan tingkah lakunya terkesan sukuisme dan juga agama,” ujarnya. Menurut dia, sosok pemimpin di Indonesia cenderung sukuisme dan tidak pluralis. Bahkan, SBY yang memimpin Indonesia saat ini saja dinilai tidak pluralis. Karena, SBY telah membiarkan beberapa kelompok agama bentrok. Bahkan Ketua Umum Partai Demokrat itu membiarkan adanya penindasan yang mengatasnamakan agama dan terorisme karena agama. Ini menandakan bahwa kepemimpinannya berkinerja tidak sukses dan tidak merata. ”Bahkan, SBY tidak dapat melindungi korban-korban dari tindakan tidak pluralis tersebut,” tegas Arbi.

Di sisi lain, Koordinator Komite Pemilih Indonesia (Tepi) Jeirry Sumampow mengatakan HT mendapat apresiasi sebagai pluralis karena faktor agamanya yang minoritas. Sebagai penganut Kristen, HT mampu keluar menjadi figur di negara yang mayoritas agamanya Islam. Dia menilai pencitraan HT ke publik lewat iklaniklannya membuktikan bahwa HT merupakan orang yang pluralis. ”HT berani tampil dan maju sebagai politisi yang beragama minoritas. Dia juga memberangkatkan haji,” kata Jerry.

Namun, lanjutnya, bukan berarti agama menjadi faktor penentu seseorang pluralis atau tidak. Belum tentu juga semua orang yang beragama Kristen dapat bersikap plural. Sebaliknya, orang yang beragama Islam bukan berarti tidak bisa menjadi pluralis. Sikap pluralis sangat tergantung pada karakter masing-masing dan HT termasuk orang yang memiliki karakter pluralis tersebut. ”Saya kira HT punya karakter pluralis, tapi soal kadarnya perlu diuji lebih mendalam lagi,” jelasnya.

Dia menilai survei ini baik untuk menilai calon pemimpin secara substansial bukan hanya popularitas. Namun, tiap figur dalam survei ini tidak ada yang memiliki skor tertinggi 10, bahkan tidak ada yang mencapai skor 6. Hal ini membuktikan bahwa kadar pluralisme pemimpin di Indonesia masih terbatas. Skor antara satu figur ke figur yang lainnya tidak terpaut jauh. Karena itu, pluralisme figur pemimpin perlu diuji lebih mendalam lagi.

”Secara konseptual pluralis, tapi secara tindakan konkret juga dibutuhkan untuk menunjukkan bahwa dia pluralis,” urainya. kiswondari